Bolehkah Memberikan Zakat kepada Penuntut Ilmu?
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Fatwa Asy-Syaikh Al-Faqih Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah
سئل فضيلة الشيخ – رحمه الله تعالى -: ما حكم إعطاء الزكاة لطالب العلم؟
فأجاب فضيلته بقوله: طالب العلم المتفرغ لطلب العلم الشرعي وإن كان قادراً على التكسب يجوز أن يعطى من الزكاة، لأن طلب العلم الشرعي نوع من الجهاد في سبيل الله، والله تبارك وتعالى جعل الجهاد في سبيل الله جهة استحقاق في الزكاة، فقال: إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
أما إذا كان الطالب متفرغاً لطلب علم دنيوي فإنه لا يعطى من الزكاة، ونقول له: أنت الآن تعمل للدنيا، ويمكنك أن تكتسب من الدنيا بالوظيفة، فلا نعطيك من الزكاة
Pertanyaan: Apa hukumnya memberikan zakat kepada penuntut ilmu?
Jawaban: Penuntut ilmu yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu syar’i, meskipun dia mampu untuk bekerja, boleh diberikan bagian dari zakat, karena menuntut ilmu syar’i termasuk jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah), sedang Allah ta’ala telah menjadikan jihad fi sabilillah sebagai bagian yang berhak mendapatkan zakat. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, (orang-orang) yang di jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan (musafir), sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah [9]: 60)
Adapun yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dunia maka dia tidak diberikan bagian dari zakat, dan kami katakan kepadanya, “Engkau sekarang bekerja untuk dunia, sehingga mungkin bagimu untuk mendapatkan (harta) dunia dengan sebuah profesi, maka kami tidak memberikan zakat kepadamu.”
[Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibni Utsaimin rahimahullah, 18/263-264, no. 692]
Tambahan Faidah:
1. Zakat mal / harta diperuntukkan untuk 8 golongan, sedangkan zakat fitrah khusus fakir miskin. Berdasarkan hadits:
عن ابن عباس قال: فرض رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زكاةَ الفِطْرِ: طُهْرةً للصائم من اللَغْوِ والرَفَثِ، وطُعْمَةً للمساكينِ، مَنْ أدَاها قبل الصلاة؛ فهي زكاةٌ مقبولةٌ ، ومَنْ أدَّاها بعد الصلاة؛ فهي صَدَقَةٌ من الصدقات
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kekejian, dan sebagai MAKANAN BAGI ORANG-ORANG MISKIN, barangsiapa yang menunaikannya sebelum sholat ‘ied maka ia adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa yang menunaikannya setelah sholat ‘ied maka itu hanyalah sedekah biasa (tidak dianggap zakat fitri).” [Shahih Sunan Abi Daud no. 1427]
2. Zakat fitrah haruslah berupa makanan pokok, bukan dalam bentuk uang yang senilai dengannya, karena 5 alasan:
Pertama: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitri dengan makanan pokok, sebagaimana dalam Ash-Shahihain:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما – قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
“Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, beliau berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri 1 sho’ kurma atau gandum, (wajib) atas orang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun orang dewasa dari kaum muslimin, dan beliau memerintahkan utk ditunaikan sebelum manusia keluar menuju sholat ‘ied.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Kedua: Sahabat mengamalkan sebagaimana perintah Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, yaitu mengeluarkan zakat fitri dengan makanan pokok bukan dengan uang, sebagaimana dalam Shahih Al-Bukhari:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ – رضى الله عنه – قَالَ كُنَّا نُخْرِجُ فِى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ . وَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ وَكَانَ طَعَامَنَا الشَّعِيرُ وَالزَّبِيبُ وَالأَقِطُ وَالتَّمْرُ
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Kami di zaman Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pada hari al-fitri mengeluarkan 1 sho’ makanan. Berkata Abu Sa’id: Makanan kami ketika itu gandum, kismis, keju, kurma.” [HR. Al-Bukhari]
Ketiga: Di zaman Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mata uang telah dikenal, tapi beliau dan para sahabat tidak mengeluarkan zakat fitri dalam bentuk uang.
Keempat: Ibadah haruslah mencontoh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, barangsiapa yang tidak mencontoh beliau maka amalannya tertolak, beliau bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَد
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan tanpa adanya petunjuk dari kami maka amalannya tertolak.” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu'anha]
Kelima: Uang sudah memiliki kewajiban zakat tersendiri yg dikiaskan kepada emas dan perak, jadi berbeda dengan makanan.
3. Dibolehkan insya Allah, jika kita meminta tolong kepada petugas zakat untuk membelikan makanan pokok kemudian diserahkan kepada fakir miskin sebagai zakat fitrah. Wallahu A’lam.
0 komentar:
Posting Komentar